Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Appendisitis
Tuesday, 24 December 2013
Edit
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN APPENDISITIS
Oleh :
I GUSTI NGURAH PUTU JAYA ANTARA
P07120012075
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2013
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN APPENDISITIS
1. Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi / Pengertian
Appendisitis ialah peradangan jawaban infeksi pada usus buntu atau umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu bahwasanya ialah sekum(cecum). Infeksi ini bisa menjadikan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. ( Wim de Jong et al.2005).
Klasifikasi appendsitis terbagi menjadi 3 yaitu :
1. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memperlihatkan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local
2. Apendisitis rekrens yaitu kalau ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi.
3. Apendisitis kronis mempunyai semua tanda-tanda riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik ( fibrosis menyeluruh di dinding apendiks ,sumbatan parsial atau lumen apendiks ,adanya jaringan parut dan ulkus usang dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik) dan keluhan menghilang sehabis apendiktomi.
B. Penyebab / Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Selain itu hiperplasi limfe ,tumor apendiks dan cacing askaris sanggup pula mengakibatkan penyumbatan.
C. Epidemiologi
Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di dunia. Di Amerika Serikat saja terdapat 70.000 masalah kejadian apendisitis setiap tahunnya. Kejadian apendisitis di Amerika Serikat mempunyai kejadian 1-2 masalah per 10.000 anak per tahunnya antara kelahiran hingga anak tersebut berumur 4 tahun. Kejadian Apendisitis meningkat menjadi 25 masalah per 10.000 anak per tahunnya antara umur 10 dan umur 17 tahun di Amerika Serikat. Apabila dirata-ratakan, maka didapatkan kejadian apendisitis 1,1 masalah per 1000 orang per tahun nya di Amerika Serikat.
Insiden apendisitis akut di Indonesia dilaporkan menempati urutan tertinggi diantara kasus-kasus kegawatan daruratan, menyerupai juga halnya dinegara barat. Walaupun begitu diagnosis serta keputusan bedah masih cukup sulit untuk ditegakkan.
Pada beberapa keadaan apendicitis akut agak sulit didiagnosis , contohnya pada fase awal dari apendisits akut tanda-tanda dan tandanya masih sangat samar apalagi bila sudah diberi antibiotika. Dengan investigasi yang cermat dan teliti resiko kesalahan diagnosis pada apendicitis akut sekitar 15-20%. Bahkan pada perempuan kesalahan diagnosis ini mencapai 45-50%. Hal ini sanggup disadari mengingat perempuan terutama yang masih sangat muda sering timbul gangguan yang menyerupai apendicitis akut.
D. Pathofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai jawaban terlipat atau tersumbat , kemungkinan oleh faecalit (massa keras dari faeces), tumor, benda abnormal , bacterial dan virus. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar mahir secara prodresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen, akibatnya appendiks yanag terinflamasi berisi pus.
Sebagian kecil dari appendiks sanggup menjadi membengkak atau nekrosis. Tekanan didalam appendiks meningkat dengan cepat, menimbulkan nekrosis yang cepat dari dinding appendiks dengan diikuti oleh perforasi.
E. Gejala klinis
Gejala awal yang khas , merupakan tanda-tanda klasik apendisitis ialah nyeri samar ( nyeri tumpul ) di tempat epigasrtium di sekitar umbilicus atau periumbilikus. Keluhan biasanya disertai rasa mual, bahkan muntah, umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan terperinci letakknya, sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Namun terkadang tidak dirasakan nyeri pada tempat epigastrium, tetapi terdapat konstipasi. Terkadang appendicitis disertai dengan demam derajat rendah 37,5 – 38,5 derajat celcius. Timbulnya tanda-tanda tergantung apada appendiks yang meradang. Berikut ialah tanda-tanda yang timbul :
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal yaitu di belakang sekum(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah begitu terperinci dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul ketika melaksanakan gerakan menyerupai berjalan, batuk, dan mengedan. Nyeri timbul lantaran ada kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Terletak di bersahabat atau melekat pada rectum , akan timbul tanda-tanda dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristaltic meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang – ulang (diare).
3. Bila apendiks terletak di bersahabat atau melekat pada kandung kemih sanggup terjadi peningkatan frekuensi kemih.
F. Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas anamnesa ditambah dengan investigasi laboratorium serta investigasi penunjang lainnya.
a. Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting ialah :
Nyeri mula – mula di epeigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu kemudian menjalar keperut kanan bawah.
Muntah oleh lantaran nyeri visceral
Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus)
Gejala lain ialah tubuh lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri.
b. Pemeriksaan yang lain
1. Lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut,tetapi paling terasa nyeri pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, insfeksi juga terjadi kalau orang sanggup menahan sakit, dan kita akan mencicipi menyerupai ada tumor di titik Mc. Burney
2. Test Rectal
Pada investigasi rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada tempat prolitotomi.
c. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
b. Hb (hemoglobin) nampak normal
c. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrat
d. Urine penting untuk melihat apa ada insfeksi pada ginjal.
d. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto tidak sanggup menolong untuk menegakkan diagnose appendicitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi adakala sanggup ditemukan citra sebagai berikut :
Adanya sedikit fluid level disebabkan lantaran adanya udara dan cairan
Kadang ada fekolit (sumbatan)
Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma
G. Penatalaksanaan
1) Pre Operasi
a) Observasi
(1) Dalam 8 – 12 jam sehabis timbulnya keluhan, tanda dan tanda-tanda appendiksitis masih belum terperinci dilakukan observasi ketat pasien dilakukan tirah baring dan dipuasakan.
(2) Dilakukan investigasi abdomen, rektal, investigasi darah diulang secara periodik.
(3) Diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di tempat abdomen kanan bawah dalam 12 jam sehabis timbulnya keluhan.
b) Beri antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman / basil aerob dan anaerob.
2) Operasi Appendictomy / Intra Operasi ( Duranta Operasi )
Tindakan Appendektomy untuk mengangkat appendik yang dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apabila sudah terjadi perforasi pada appendik sebelumnya pasien diberi antibiotika kombinasi yang aktif terhadap kuman / basil hingga tidak terdapat pus dan keadaan umum pasien baik gres sanggup dilakukan appendektomy.
3) Post Operasi
a) Observasi TTV dan tanda – tanda syok.
b) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
c) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan dan selama itu pasien dipuasakan.
d) Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam kemudian naikkan menjadi 30 ml/jam keesokan harinya diberikan masakan saring dan hari berikutnya diberikan masakan lunak.
e) Satu hari post operasi pasien dianjurkan miring kiri / kanan dan secara sedikit demi sedikit duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.
f) Pada hari kedua pasien sanggup diberdirikan dan duduk di luar kamar.
g) Pada hari ke tiga rawat luka dan hari ke tujuh jahitan sanggup diangkat.
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
I. PRE OPERATIF (Doengoes, 1999)
(1) Data subjektif
Pasien menyampaikan nyeri pada perut belahan kanan bawah, pasien menyampaikan nyeri menyerupai ditusuk – tusuk, skala nyeri 5 dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien atau keluarga menyampaikan takut dan khawatir, pasien dan keluarga menyampaikan belum mengerti ihwal penyakit pasien, pasien menanyakan ihwal perawatan sehabis operasi.
(2) Data objektif
Pasien tampak meringis, pasien tampak memegang perutnya ketika bergerak, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah, pasien dan keluarga tampak bertanya – tanya ihwal keadaan pasien, ekspresi wajah tampak mengerutkan alis, pasien tampak tegang, terdapat nyeri tekan pada perut kwadran kanan bawah, terdapat peningkatan ( leukosit, neutrofil, produk mukus, dan secret) dan terdapat penurunan peristaltik usus.
II. PERIOPERATIF
(1) Data subjektif
Pasien mengeluh cemas dengan keadaannya, pasien bertanya – tanya ihwal mekanisme pembedahan yang dilakukan.
(2) Data objektif
Pasien tampak diberikan anestesi SAB dengan tehnik spinal/block anastesi, dengan menyuntikan obat analgesic local dalam ruang sub-aracnoid di tempat antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5, kesadaran CM, ekstremitas hambar terjadi penurunan tekanan darah dibawah normal. Terdapat peningkatan ( leukosit, neutrofil, produk mukus, dan secret) dan terdapat penurunan peristaltik usus.
III. POST OPERATIF
1) Data subjektif
Pasien mengeluh badannya lemas, pasien mengeluh mencicipi sakit pada perut kanan bawah bekas operasi appendectomy.
2) Data objektif
Pasien tampak berbaring di tempat tidur, pasien masih dalam imbas anestesi (4 – 6 jam post operasi), pasien belum bisa mobilisasi secara bertahap.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Preoperasi
(1) Nyeri akut bekerjasama dengan reaksi peradangan pada appendik.
(2) Ansietas bekerjasama dengan kurang pengetahuan ihwal penyakit, penyebab dan perawatan.
(3) Resiko komplikasi sepsis bekerjasama dengan sisi masuknya micro organisme skunder
b) Intra operasi
(1) Resiko penurunan curah jantung bekerjasama dengan imbas anestesi (vasodilatasi)
(2) Ketidakefektifan teladan nafas bekerjasama dengan imbas anestesi (melemahkan otot – otot diafragma)
(3) Resiko injuri bekerjasama dengan proses pembedahan (penggunaan alat cauther)
c) Post operasi
(1) Intoleransi aktifitas bekerjasama dengan kelemahan jawaban imbas anastesi post appendektomy.
(2) Nyeri akut bekerjasama dengan post operasi appendectomy
(3) Risiko infeksi bekerjasama dengan pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan pathogen.
C. RENCANA KEPERAWATAN
a. PRE OPERASI
(1) Nyeri akut bekerjasama dengan peradangan pada appendik.
(a) Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol
(b) Kriteria hasil : Pasien rileks, bisa tidur atau istirahat dengan baik, nadi 80 – 84 x/menit, pasien tidak mengeluh nyeri dan tidak meringis, skala nyeri ringan ( 1 – 3) dari 10 skala nyeri.
(c) Tindakan keperawatan
· Observasi nyeri dengan tehnik PQRST ( Provoking Quality Region Saverity dan Timing )
Rasional : Perubahan karakteristik nyeri memperlihatkan terjadinya perubahan pada appendik misal terjadi nanah atau peritonitis, dengan demikian sanggup segera dilakukan penilaian medik dan intervensi yang tepat.
· Pertahankan tirah baring dengan posisi semi fowler dengan lutut fleksi
Rasional : Posisi semi fowler dengan lutut fleksi mengurang kontraksi otot – otot abdominal sehingga mengurangi tekanan pada abdomen yang nantinya sanggup mengurangi sensasi nyeri.
· Ajarkan dan anjurkan penggunaan tehnik distraksi dan relaksasi
Rasional : Tehnik distraksi bisa mengurangi fokus terhadap nyeri dan mengalihkan fokus terhadap hal – hal lain diluar sensasi nyeri sehingga mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan, tehnik relaksasi membantu mengurangi kontraksi otot –otot sehingga menjadi lebih rileks dan akan mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan.
· Delegatif dalam memperlihatkan analgetik sesuai indikasi
Rasional : biro analgetik bisa mengurangi sensitifitas dari saraf – saraf akseptor rangsangan dan beberapa analgetika juga sanggup mengurangi efektifitas pengantaran rangsang dari neurotransmiter, sehingga rangsangan nyeri yang diterima oleh corteks cerebri sebagai akseptor rangsangan lebih lemah dan sensasi nyeri yang dirasakan juga lebih ringan.
(2) Ansietas bekerjasama dengan kurang pengetahuan ihwal penyakit, penyebab dan perawatan.
(a) Tujuan : Ansietas terkontrol
(b) Kriteria hasil : Pasien memakai mekanisme koping yang efektif dalam mengatasi ansietasnya, pasien tidak cemas dan memperlihatkan perasaan rileks.
(c) Tindakan keperawatan
· Observasi tingkat ansietas, catat respon lisan dan non verbal
Rasional : Tingkat ansietas akan mempengaruhi penerimaan dan kooperatifitas terhadap tindakan yang diberikan sehingga perlu diketahui lantaran pada tingkat ansietas tertentu berbeda tehnik penanganannya.
· Berikan warta ihwal penyakit pasien
Rasional : Mengetahui apa yang terjadi dan penyelesaiannya akan membantu mengurangi ansietas.
· Berikan kesempatan bertanya pada pasien
Rasional : Pertanyaan – pertanyaan dari pasien sanggup menjadi tolak ukur tingkat pemahaman pasien terhadap klarifikasi yang telah diberikan.
· Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional : Orang terdekat lebih dipercaya pasien dan sanggup memotivasi pasien untuk sanggup mengikuti perawatan dan akan meningkatkan kooperatifitas pasien.
(3) Risiko sepsis bekerjasama dengan sisi masuknya microorganisme skunder.
(a) Tujuan : Komplikasi sepsis tidak terjadi.
(b) Kriteria hasil : Tanda – tanda infeksi tidak ada, tidak ada manifestasi peritonitis.
(c) Tindakan keperawatan
· Observasi tanda – tanda vital tiap 6 jam
Rasional : Tanda tanda vital terutama peningkatan suhu sanggup menjadi indikator terjadinya perforasi atau infeksi yang lebih luas.
· Informasikan kepada dokter segera dan siapkan pembedahan sesuai aktivitas bila manifestasi perforasi terjadi
Rasional : Pembedahan segera diharapkan untuk appendik ruptur, isi usus keluar ke dalam rongga peritoneal bila appendik ruptur sanggup mencetuskan peritonitis.
· Pertahankan puasa, delegatif pemberian therapi cairan parenteral sesuai dengan aktivitas pra pembedahan
Rasional : Penghentian masukan masakan dan cairan per oral sebelum pembedahan mengurangi risiko muntah dan aspirasi bila telah dilakukan anastesi.
b. INTRA OPERASI
(1) Risiko penurunan curah jantung bekerjasama dengan imbas anestesi (vasokontriksi).
(a) Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung
(b) Kriteria hasil : Tekanan darah dalam batas normal, tidak terjadi hipotensi.
(c) Rencana tindakan :
· Pantau atau catat kecenderungan frekuensi jantung dan tekanan darah khususnya terjadinya hipotensi.
Rasional : Hipotensi sanggup terjadi jawaban kekurangan cairan dan vasokontriksi pembuluh darah.
· Catat suhu kulit atau warna dan kualitas atau kesamaan nadi perifer.
Rasional : kulit hangat, merah muda dan nadi berpengaruh indikator curah jantung adekuat.
· Berikan oksigen embel-embel sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan oksigenisasi maksimal, menurunkan kerja jantung.
· Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit dan obat sesuai indikasi.
Rasional : kebutuhan pasien terpenuhi tergantung tipe pembedahan.
(2) Ketidakefektifan teladan nafas bekerjasama dengan imbas anestesi (relaksasi otot – otot diafragma).
(a) Tujuan : Pola nafas efektif
(b) Kriteria hasil : teladan nafas normal (18 – 20 x/menit)/efektif, tidak terjadi sianosis atau tanda – tanda hipoksia
(c) Rencana tindakan :
· Pertahankan jalan udara pasien
Rasional : Mencegah obstruksi jalan nafas
· Catat frekuensi dan kedalaman pernafasan pasien
Rasional : Memastikan efektifitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya sanggup segera dilakukan.
· Pantau TTV secara terus menerus
Rasional : Meningkatnya pernafasan, takikardi, bradhikardi, memperlihatkan kemungkinan hipoksia
· Posisikan pasien pada posisi yang sesuai dengan jenis pembedahan dan anestesi
Rasional : Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru dan menurunkan tekanan pada diafragma
· Observasi fungsi otot terutama otot pernafasan
Rasional : Obat anestesi dalam proses pembedahan sanggup menimbulkan relaksasi pada otot pernafasan.
(3) Risiko injuri bekerjasama dengan proses pembedahan (penggunaan alat cauther).
(a) Tujuan : Cedera tidak terjadi
(b) Kriteria hasil : Meningkatkan keamanan dan memakai sumber – sumber secara tepat
(c) Rencana tindakan :
· Antisipasi gerakan jalur dan mendukung posisi pasien yang tepat
Rasional : Mencegah tegangan atau dislokalisasi
· Pastikan keamanan elektrikal dan alat – alat yang dipergunakan selama mekanisme operasi
Rasional : investigasi alat – alat elektrik secara periodik penting dilakukan untuk keamanan pasien dan tindakan operasi
· Lindungi sekitar kulit dan anatomi yang sesuai memakai handuk basah, spon dan penghentian pendarahan
Rasional : mencegah kerusakan integritas kulit dan beri batasan perlukaan anatomi pada area operasi
· Berikan petunjuk yang sederhana dan singkat pada pasien yang sadar
Rasional : membantu pasien dalam memahami mekanisme yang dilakukan sehingga mengurangi resiko cedera
c. POST OPERASI
(1) Intoleransi aktifitas bekerjasama dengan kelemahan jawaban imbas anastesi post appendektomy.
(a) Tujuan : Pasien sanggup beraktifitas secara mandiri
(b) Kriteria hasil : Pasien sanggup beraktifitas dan memenuhi ADL secara mandiri, memperlihatkan peningkatan yang sanggup diukur dengan toleransi aktifitas.
(c) Tindakan keperawatan
· Observasi tingkat kemampuan pasien dalam beraktifitas
Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam beraktifitas menjadi suatu pertimbangan dalam membantu memenuhi kebutuhan pasien.
· Anjurkan pasien melaksanakan aktifitas secara mandiri
Rasional : meningkatkan kemampuan pasien dalam beraktifitas secara berdikari hingga tingkat normal dan menumbuhkan rasa semangat untuk beraktifitas.
· Dekatkan alat – alat dan keperluan pasien sehingga gampang dicapai
Rasional : penempatan alat – alat yang gampang dijangkau membantu melatih pasien untuk memenuhi kebutuhannya secara berdikari dan mengurangi resiko cedera.
· Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya seminimal mungkin
Rasional : dengan pinjaman yang minimal pasien akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya secara berdikari dan melatih pasien untuk bergerak.
(2) Nyeri akut bekerjasama dengan post operasi appendectomy
(a) Tujuan : Nyeri berkurang
(b) Kriteria hasil : Melaporkan nyeri terkontrol , tampak rileks dan bisa istirahat dengan sempurna
(c) Tindakan keperawatan
· Dorong pasien untuk melaporkan nyeri
Rasional : Mencoba untuk mentoleransi nyeri dari pada memint
· Catat petunjuk non-verbal mislanya gelisah, menolak untuk bergerak , berhati – hati dengan abdomen.
Rasional : Bahasa tubuh / non-verbal sanggup secara psikologis dan fisiologik sanggup dipakai sebagi petunjuk lisan untuk mengidentifikasi nyeri.
· Kaji skala nyeri, catat lokasi, karakteristik ( sakal 0-10 ) selidiki dan laporkan perubahan nyeri yang tepat
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat ,kemajuan penyembuhan.
(3) Risiko infeksi bekerjasama dengan pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan pathogen.
(a) Tujuan : Tidak ada tanda dan tanda-tanda infeksi
(b) Kriteria hasil : Pasien bebas dari tanda dan gejaala infeksi, memperlihatkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
(c) Tindakan keperawatan :
· Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan ketika berkunjung dan sehabis berkunjung meninggalkan pasien.
Rasional : Dengan mencuci tangan sanggup meminimalisasi penyebaran sekunder kuman infeksi.
· Berikan perawatan pada kulit tempat post operasi
Rasional : Dengan dilakukannya perawatan luka prinsip steril sanggup mencegah terjadinya risiko atau pajanan dari basil pathogen.
· Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan tanda-tanda infeksi
Rasional : Hangat, kemerahan ialah tanda dini tanda-tanda infeksi. Maka pasien dan keluarga haruslah berhati – hati dalam melaksanakan perawatan luka di rumah semoga tidak terjadi risiko infeksi pada luka post operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedomanan Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.EGC:Jakarta
Huda Nurarif Amin, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Edisi Revisi Jilid 2. MediaAction: Yogyakarta
Smeltzer , Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC ; Jakarta