Farmakologi - Imunosupresan
Friday, 13 December 2013
Edit
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, beberapa obat antikanker ataupun imunosupresan yang tersedia masih banyak menjadikan imbas samping dibandingkan manfaat obat lantaran dibutuhkan takaran tinggi untuk jangka pinjaman yang cukup lama. Salah satu cara menurunkan imbas samping tersebut ialah dengan menginkorporasikan obat antikanker ataupun imunosupresan ke dalam pembawa obat (drug carrier) yang telah banyak diteliti yaitu liposom 2-4. Liposom yang mempunyai citra mirip dengan sel yang bermembran dua lapis fosfolipid, .merupakan suatu pembawa obat. Liposom umumnya dibentuk dari lesitin atau fosfatidilkolin dari kedelai (Soya bean Phosphatidylcholine/SPC) atau dari kuning telur (Eggyolk Phosphatidylcholine/EPC) 5.
Selain fosfatidilkolin sebagai lipid utama, liposom sanggup juga dibentuk kombinasi dengan lipid lain untuk meningkatkan stabilitas liposom, contohnya kolesterol atau tetra eter lipid (TEL) 6-8. Tetra eter lipid merupakan lipid membran basil Archaea yang akhir-akhir ini banyak diteliti sebagai lipid utama pada formulasi liposom per oral, lantaran stabil pada pH 2. Bakteri Archaea yang sudah banyak diekstrak untuk mendapatkan TEL ialah Thermoplasma acidophilum7 dan Sulfolobus acidocaldarius8. Pada penelitian ini dipakai TEL dari Thermoplasma acidophilum. Liposom kombinasi EPC-TEL 2,5 terbukti sanggup mengikat obat lebih baik dibandingkan liposom EPC atau liposom jenis lain9-10, namun belum pernah dilakukan uji stabilitas liposom EPC-TEL 2,5 terhadap dampak fisik (perbedaan suhu), dampak materi kimia yaitu NaCl, MgCl2 dan CaCl2 pada aneka macam pH dan dampak metabolisme di hepar pada uji stabilitas biologik. Apabila liposom EPC-TEL 2,5 cukup stabil pada uji stabilitas fisik dan kimia, tidak stabil pada uji stabilitas biologik, maka formulasi terbaru liposom tersebut sanggup dimanfaatkan untuk menginkorporasikan obat-obat, terutama obat yang hanya efektif pada takaran tinggi ataupun obat-obat untuk jangka panjang, sehingga imbas toksik obat sanggup ditekan serendah mungkin.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis sanggup merumuskan dilema sebgai berikut ;
1. Apa pengertian dari Iunosupresan ?
2. Bagaimana pendeskripsian obat Imunosupresan tersebut ?
3. Apa saja macam- macam obat Imunosupresan tersebut ?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain ;
1. Siswa mengetahui dan memahami definisi/pengertian dari Iumnosupresan.
2. Siswa sanggup menjelaskan bagaimana pendeskripsian obat Imunosupresan.
3. Siswa mengetahui dan memahami macam – macam obat Imunosupresan mulai dari mekanisme kerja, interaksi, penggunaan klinis, imbas samping, serta teladan penyakit yang di obati oleh Imunosupresan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Imunosupresan
Imunosupresan ialah kelompok obat yang dipakai untuk menekan respon imun mirip pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan dipakai sebagai antikanker. Immunosupresan merupakan zat-zat yang justru menekan acara sistem imun dengan jalan interaksi di aneka macam titik dari sistem tersebut. Titik kerjanya dalam proses-imun sanggup berupa penghambatan transkripsi dari cytokin, sehingga mata rantai penting dalam respon-imun diperlemah. Khususnya IL-2 ialah esensial bagi perbanyakan dan diferensial limfosit, yang sanggup dihambat pula oleh imbas sitostatis langsung. Lagi pula T-cells bisa diinaktifkan atau dimusnahkan dengan pembentukan antibodies terhadap limfosit. Imunosupresan dipakai untuk tiga indikasi utama yaitu, transplanatasi organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus.
2.2 Deskripsi
Imunosupresan ialah kelompok obat yang dipakai untuk menekan respon imun mirip pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan dipakai sebagai antikanker.
· Respon imun
Pada mahkluk tingkat tinggi mirip binatang vertebrata dan manusia, terdapat dua sistem pertahanan (imunitas), yaitu imunitas nonsepesifik (innate immunity) dan imunitas spesifik ( adaptive imunity).
1. Imunitas nonspesifik.
Merupakan mekanisme pertahanan terdepan yang meliputi komponen fisik berupa keutuhan kulit dan mukosa; komponen biokimiawi mirip asam lambung, lisozim, komploment ; dan komponen seluler nonspesifik mirip netrofil dan makrofag. Netrofil dan makrofag melaksanakan fagositosis terhadap benda asing dan memproduksi aneka macam perantara untuk menarik sel-sel inflamasi lain di tempat infeksi. Selanjutnya benda asing akan dihancurkan dengan mekanisme inflamasi.
2. Imunitas spesifik
Memiliki karakterisasi khusus antara lain kemampuannya untuk bereaksi secara spesifik dengan antigen tertentu; kemampuan membedakan antigen asing dengan antigen sendiri (nonself terhadap self) ; dan kemampuan untuk bereaksi lebih cepat dan lebih efesien terhadap antigen yang sudah dikenal sebelumnya. Respon imun spesifik ini terdiri dari dua sistem imun , yaitu imunitas seluler dan imunitas humoral. Imunitas seluer melibatkan sel limposit T, sedangkan imunitas humoral melibatkan limposit B dan sel plasma yang berfungsi memproduksi antibodi.
· Aktivitas respon imun spesifik
Aktivitas sistem imun spesifik memerlukan partisipasi kelompok sel yang disebut sebagai antigen presenting sel.
· Indikasi imunosupresan
Imunosupresan dipakai untuk tiga indikasi utama yaitu:
1. transplantasi organ
2. penyakit autoimun
3. pencegahan hemolisis Rhesus pada neonates
· Prinsip umum terapi imunosupresan
Prinsip umum penggunaan imunosupresan untuk mencapai hasil terapi yang optimal ialah sebagai berikut:
1. Respon imun primer lebih gampang dikendalikan dan ditekan dibandingkan dengan respon imun sekunder. Tahap awal respon primer mencakup: pengolahan antigen oleh APC, sintesis limfokin, proliferasi dan diferensiasi sel-sel imun. Tahap ini merupakan yang paling sensitif terhadap obat imunosupresan. Sebaliknya, begitu terbentuk sel memori, maka efektifitas obat imunosupresan akan jauh berkurang.
2. Obat imunosupresan memperlihatkan imbas yang berbeda terhadap antigen yang berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan respon imun terhadap suatu antigen berbeda dengan takaran untuk antigen lain.
3. Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan sebelum paparan terhadap antigen. Sayangnya, hampir semua penyakit autoimun gres bisa dikenal setelah autoimuitas berkembang, sehingga relatif sulit diatasi.
· Pilahan Obat Imunosupresan
Secara praktis, di klinik penggunaan obat imunosupresan menurut waktu pemberiannya. Untuk itu, respon imun dibagi dalam dua fase :
1. Fase pertama ialah fase induksi, yang meliputi :
* Fase pengolahan antigen oleh makrofag, dan pengenalan antigen oleh limfosit imunokompeten.
* Fase proliferasi dan diferensiasi sel B dan sel T
2. Fase kedua ialah fase produksi, yaitu fase sintesis aktif antibodi dan limfokin.
Berdasarkan respon imun, imunosupresan dibagi menjadi tiga kelas :
Kelas I: harus diberikan sebelum fase induksi yaitu sebelum terjadi perangsangan oleh antigen. Kerjanya merusak limfosit imunokompeten. Jika diberikan setelah terjadi perangsangan oleh antigen, biasanya tidak diperoleh imbas imunosupresif sehingga respon imun sanggup berlanjut terus.
Kelas II: harus diberikan dalam fase induksi, biasanya satu atau dua hari setelah perangsangan oleh antigen berlangsung. Obat golongan ini bekerja mengambat proses diferensiasi dan proliferasi sel imunokompeten, contohnya antimetabolit.
Kelas III: mempunyai sifat dari kelas I dan II. Kaprikornus golongan ini sanggup menghasilkan imunosupresi bila diberikan sebelum maupun setelah adanya perangsangan oleh Antigen.
2.3 Obat Imunosupresan
1. Azatioprin
Azatioprin sudah dipakai selama 20 tahun untuk menekan penolakan cangkok organ ginjal dan sudah merupakan mekanisme yang diterima. Juga dipakai untuk pengobatan artritis reumatoid berat yang refrakter.
Toksisitas terhadap darah mirip leukopenia dan trombositopenia harus dimonitor dengan baik sebagai petunjuk penentuan takaran azatioprin.
§ Mekanisme kerja.
Azotioprin ialah antimetabolit golongan purin yang merupakan prekursor 6-merkaptopurin. Azotioprin dalam badan diubah menjadi 6-merkaptopurin(6-MP) yang merupakan metabolit aktif dan bekerjaMenghambat sintesis de novo purin.
§ Interaksi
Penggunaan bersama allopurinol mengakibatkan kendala Xantin oksidase yang juga merupakan enzim penting dalam metabolisme 6-merkaptopurin,sehingga kombinasiIni meningkatkan toksisitas azotioprin dan merkaptopurin.
§ Penggunaan klinis
Azotioprin dipakai antara lain untuk mencegahPenolakan transplantasi,lupus nefritis.GNA, AR,Penyakit Crohn,dan sklerosis multipel.Obat ini kadang2 dipakai untuk ITP dan AIHA yangRefrakter terhadap steroid.Untuk profilaksis dipakai takaran 3-10 mg/KgBB per hari1 atau 2 hari sebelum transplantasi.Dosis pemeliharaan 1-3 mg/KgBB per hari.Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 50 mg dan iv100mg/vial
§ Efek Samping
Menghambat proliferasi sel-sel yang cepat tumbuh sepertiMukosa usus,dan sumsum tulang dengan akibatleukopeni dan trombositopeni.Ruam kulit,mual.mutah dan diare.Dapat terjadi peningkatan enzim transaminase,kolestasis. Efek samping lain sanggup terjadi peningkatan risikoInfeksi dan imbas mutagenisitas dan karsinogenisitas.
2. Metotreksat (MTX)
Digunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi dengan siklosporin dalam mencegah penolakan cangkok sumsum tulang. MTX juga berkhasiat untuk penyakit autoimun dan peradangan tertentu. Saat ini disetujui untuk dipakai dalam pengobatan artritis reumatoid yang aktif dan berat pada orang cukup umur dan pada psoriasis yang sudah refrakter terhadap obat lain.
o Nama : 4-amino-4-deoxy–10-methylpteoryl-L-glutamic acid.
o Struktur kimia : C20H22N8O5
o Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal berwarna kuning atau oranye, higroskopis. Mudah tidak larut dalam air, alkohol, diklorometan, terurai dalam larutan asam mineral, basa hidroksida dan karbonat.
o Golongan/Kelas Terapi
Antineoplastik, Imunosupresan dan obat utnuk terapi.
o Nama dagang
Emthexate-Combiphar/Pharmachemie,Methotrexat-Ebewe,
Methotrexate Kalbe.
o Indikasi :
Pengobatan untuk neoplasma trofoblatik, leukemia, psoriasis, reumatoid artritis, termasuk terapi poliartikular juvenile reumatoid artritis (JDR); karsinoma payudara, karsinoma leher dan karsinoma kepala,karsinoma paru, osteosarkoma, sarcoma jaringan lunak, karsinoma kanal gastrointestinal, karsinoma esofagus, karsinoma testes, karsinoma limfoma.
o Dosis, cara pinjaman dan usang pinjaman :
Dosis 100 – 500 mg/m² membutuhkan leucovorin rescue, > 500 mg/m² harus memakai leucovorin rescue baik secara iv, im, maupun oral. Leucovorin 10 mg/m² setiap 6 jam untuk 6-8 takaran dimulai 24 jam setelah pinjaman metotreksat. Pemberian leucovorin dilanjutkan hingga kadar metotreksat dalam darah sebesar < 0.1 micromolar. Jika kadar metotreksat setelah 48 jam > 1 mikromolar atau setelah 72 jam > 0.2 micromolar,berikan leucovorin 100 mg/m² setiap 6 jam hingga kadar metotreksat sebesar < 0.1 micromolar.
o Farmakologi :
Onset kerja : Antirematik: 3-6 minggu; pelengkap perbaikan bisa dilanjutkan lebih usang dari 12 minggu.
Absorpsi : Oral: cepat : diserap baik pada takaran rendah (<30 mg/m2); tidak lengkap setelah takaran tinggi ; I.M.: Lengkap
Distribusi : Penetrasi lambat hingga cairan fase 3 (misal pleural efusi, ascites), eksis lambat dari kompartemen ini (lebih lambat dari plasma), melewati plasenta, jumlah sedikit masuk kelenjar susu, konsentrasi berangsur-angsur dikeluarkan di ginjal dan hati.
Ikatan protein: 50%
Metabolisme: <10%: Degradasi dengan tumbuhan intestinal pada DAMPA dengan karboksipeptida, oksidasi aldehid konversi metotreksat menjadi 7-OH metotreksat di hati; poliglutamat diproduksi secara mempunyai kekuatan samadengan metotreksat, produksinya tergantung dosis, durasi dan lambat dieliminasi oleh sel.
T ½ eliminasi: Dosis rendah: 3-10 jam; I.M.: 30-60 menit.
Ekskresi : Urin (44%-100%); feses (jumlah kecil)
Stabilitas penyimpanan :
Tablet dan vial disimpan pada suhu kamar (15-25°C), hindari cahaya matahari langsung.
o Kontra Indikasi :
Hipersensitifitas dari metotreksat dan komponan lain dari sediaan; kerusakan jago ginjal dan hati,pasien yang mengalami supresi sum-sum tulang dengan psoriasis atau reumatoid artritits,penyakit alkoholik hati,AIDS,darah diskariasis,kehamilan,menyusui.
o Efek samping :
Efek samping bermacam-macam sesuai rute pinjaman dan dosis.
1. Hematologi dan/atau toksisitas gastrointestinal : sering terjadi pada penggunaan umum dari takaran umum metotreksat; reaksi ini lebih sedikit terjadi ketika dipakai pada takaran topikal untuk reumatoid artritis.
2. SSP : (dengan pinjaman intratekal atau terapi takaran tinggi): Arachnoides: Manifestasi reaksi akut sebagai sakit kepala hebat, rigidity nuchal, muntah dan demam, sanggup alleviated dengan pengurangan dosis.
3. Subakut toksisitas: 10% pasien diobat dengan 12-15 mg/m2 dari intratekal metotreksat bisa menciptakan ini dalam ahad kedua atau ketiga dari terapi; konsis dari paralisis motor dari ekstremites,palsy nerve kranial, seizure, atau koma.Hal ini juga terlihat pada pediatrik yang mendapatkan takaran tinggi IV metotreksat.
4. Demyelinating enselopati: telihat dalam bulan atau tahun setelah mendapatkan metotreksat; biasanya diasosiasikan dengan iradiasi kranial atau kemoterapi sistemik yang lain.
5. Dermatologi: Kulit menjadi kemerahan.Endokrin dan metabolik: Hipoerurikemia,detektif oogenesis, atau spermatogenesis.
6. GI: Ulserativ stomatitis, glossitis, gingivitis, mual, muntah, diare, anoreksia, perforasi intestinal, mukositis (tergantung dosis; terlihat pada 3-7 hari setelah terapi, terhenti setelah 2 minggu).
7. Hematologi: Leukopenia, trombositopenia.Ginjal: Gagal ginjal, azotemia,nefropati.Pernafasan: Faringitis. 1%-10%.
8. Kardiovaskular: Vaskulitis.SSP, pusing, malaise, enselopati, seizure, demam, chills.
9. Myelosupresif : Terutama faktor batas-dosis (bersama dengan mukositis) dari metotreksat, terjadi sekitar 5-7 hari setelah terapi, dan harus dihentikan selama 2 ahad 10.
10. WBC : Ringan, Platelet: Sedang, Onset: 7 hari, Nadir: 10 hari, Recovery: 21 hari.
11. Hepatik : Sirosis dan fibrosis portal pernah diasosiasikan dengan terapi kronik metotreksat, evaliasi akut dari enzym liver ialah biasa terjadi setelah takaran tinggi dan biasanya resolved dalam 1 hari.Neuromuskular dan skeletal: Arthalgia. Okular: Pandangan.
12. Renal : Disfungsi ginjal. Manifestasi lantaran abrupt rise pada serum kreatinin dan BUN dan penurunan output urin, biasa terjadi pada takaran tinggi dan bekerjasama dengan presipitasi dari obat.
13. Respirator (Penumositis) : Berhubungan dengan demam, batuk, dan interstitial pulmonari infitrates; pengobatan dengan metotreksat selama reaksi akut; interstitial pneumisitis pernah dilaporkan terjadi dengan insiden dari 1% pasien dengan RA (dosis 7.5-15 mg/minggu) <1% (terbatas hingga penting untuk evakuasi hidup): Neurologi akut sindrom (pada takaran tinggi- simptom termasuk kebingungan, hemiparesis, kebutaan transisi,dan koma); anafilaksis alveolitis; disfungsi kognitif (pernah dilaporkan pada takaran rendah),penurunan resistensi infeksi,eritema multiforma, kegagalan hepatik, leukoenselopati (terutama mengikuti irasiasi spinal atau pengulangan terapi takaran tinggi),disorder limpoproliferatif, osteonekrosis dan nekrosis jaringan lunak (dengan radioterapi), perikarditis, erosions plaque (Psoriasis), seizure (lebih sering pada pasien dengan ALL),sindrom Stevens – Johnson, tromboembolisme.
o Interaksi :
1. Dengan Obat lain
Efek meningkatkan/toksisitas: Pengobatan bersama dengan NSAID telah menghasilkan supresi sum-sum tulang berat, anemia aplastik dan toksisitas pada kanal gastrointestinal. NSAID tidak boleh dipakai selama memakai metotreksat takaran sedang atau tinggi lantaran sanggup meningkatkan level metotreksat dalam darah (dapat menaikkan toksisitas):
NSAID dipakai selama pengobatan dari reumatoid artritis tidak pernah amati, tapi kelanjutan dari regimen terdahulu pernah diikuti pada beberapa keadaan, dengan peringatan monitoring. Salisilat bisa meningkatkan level metotreksat, bagaimanapun penggunaan salisilat untuk profilaksis dari insiden kardiovaskular tidak menerima perhatian.
2. Dengan Makanan
Level metotreksat bisa menurun bila bersama dengan makanan. Makanan dengan banyak susu sanggup menurunkan perembesan metotreksat. Folat sanggup menurunkan respons obat. Hindari echinacea (mempunyai sifat sebagai imunostimulan).
o Pengaruh :
§ Kehamilan
Faktor resiko X
§ Ibu menyusui
Metotreksat didistribusikan ke dalam air susu, dikontraindikasikan untuk ibu menyusui.
o Bentuk Sediaan : Tablet 2.5 ml, Vial 5 mg/2ml, Vial 50 mg/2 ml, Ampul 5 mg/ml, Vial 50mg/5ml.
1. Siklofosfamid
Secara umum siklofosfamid mengurangi respon imun humoral dan meningkatkan respon imun selular. Selain pada bedah cangkok, obat ini juga dipakai pada artritis reumatoid, sindrom nefrotik dan granulomatosis Wegener.
2. Kortikosteroid
Yang dipakai sebagai imunosupresan ialah golongan glukokortikoid yaitu prednison dan prednisolon. Kortikosteroid (glukokortikoid) dipakai sebagai obatTunggal atau dalam kombinasi dengan imunosupresanLain untuk mencegah reaksi penolakan transplantasi danUntuk mengatasi penyakit aoutoimun.
a. Mekanisme Kerja
Glukokortikoid sanggup menurunkan jumlah limfosit secaraCepat, terutama bila diberikan dalam takaran besar.Studi terbaru memperlihatkan bahwa kortikosteroid menghambatProliferasi sel limfosit T,imunitas seluler.
b. Penggunaan Klinik
Kortikosteroid biasanya dipakai bersama imunosupresanLain dalam mencegah penolakan transplantasi.Untuk ini diharapkan takaran besar untuk beberapa hari.Kortikosteroid juga dipakai untuk mengurangi reaksi Alergi yang bisa timbul pada pinjaman antibodi monoklonal Atau antibodi antilimfosit.juga dipakai untuk aneka macam Penyakit autoimun
c. Toksisitas
Penggunaan steroid dalam jangka panjang seringMenimbulkan aneka macam imbas samping,seperti meningkatnyaRisiko infeksi.
3. Siklosporin (Cyclosporin A)
Berasal dari jamur Tolypocladium inflatum gams. Siklosporin punya imbas imunosupresan lantaran mempunyai kemampuan yang selektif dalam menghambat sel T. Siklosporin dipakai terutama dalam kombinasi denga prednison untuk mempertahankan ginjal, hati dan cangkok jantung pada transplantasi.
Siklospurin (sandimun).Sediaan iv terdapat dalam bentuk larutan dalamEthanol-polyxyethylated castor oil dengan kadar 50 mg/ml.Dan sediaan oral berupa kapsul lunak 25-100 mg dan larutan100 mg/mlPemberian peroral kadar puncak tercapai setelah 1,3-4 jam. Adanya masakan berlemak sangat mengurangi absorbsiSiklospurin kapsul lunak.Waktu paruh kurang lebih 6 jam.Ekskresi terutama melalui empedu dan feces,hanya 6%Yang melalui urin
4. Rho (D) imunoglobulin
Antibodi ini merupakan bentuk spesifik dalam pengobatan imunologi untuk ibu dengan Rho (D) negatif yang terpapar darah Rho (D) positif pada perdarahan lantaran abortus, amniosintesis, stress berat abdomen atau kelahiran biasa dari janin.
5. Tacrolimus (prograf)
Senyawa makrolida ini diekstraksi dari jamur streptomyces tsukubaensis (1993). Khasiat dan mekanisme immunosupressivenya sama dengan sikolosporin, tetapi ca lebih berpengaruh 50x dalam hal pencegahan sintesa IL-2 yang mutlak perlu untuk proliferasi sel –T. Juga bersifat sangat lipofil dan sama efektifnya dengan siklosporin pada transplantasi hati, jantung, paru-paru, dan ginjal. Terutama dipakai bersama kortikosteroida. Lebih sering menjadikan imbas samping berupa toksisitas bagi ginjal dan saraf.
Dosis : infuse i.v. 0,05-0,1 mg /kg/hari, 6 jam setelah transplantasi selama 2-3 hari, kemudian dilanjutkan oral 0,15-0,3 mg/kg/hari dalam 2 dosis.
6. Mycofenolat-mofetil (CellCept)
Obat terbaru ini (1996) ialah prodrug dengan khasiat menekan perbenyakan dari khusus limfosit melalui inhibisi enzim dehidrogenasi yang diharapkan untuk sintese purin (DNA/RNA). Ternyata sangat efektif untuk melawan penolakan akut setelah transplantasi ginjal. Dibandingkan dengan obat-obat lainya , yaitu azatioprin dan siklosporin ( dan prednisone), persentase penolakan dikurangi hingga 50%. Lagi pula imbas sampingnya lebih sedikit. Mungkin berdaya pula untuk menghambat penolakan menahun (jangka panjang) yang smpai kini merupakan maslah besar.
Resorpsinya dari usus baik, dengan BA 90%. Dalam hati segera diubah menjadi asam mycofenolat aktif . Ekskresinya berlangsung melaluiurin sebagai glukuronidanya (inaktif), setelah mengalami resirkulasi enterohepatis. Plasma – t1/2 mycofenolat ialah ca 16 jam.
Dosis : dalam waktu 72 jam setelah transplantasi 2 dd 1ga.c dengan minyak air.
7. Talidomida (synovir)
Derivat-piperidin ini (1957) ialah obat tidur dengan imbas teratogen sangat berpengaruh (peristiwa softenon, 1962, lihat edisi empat), yang menurut khasiat anti-angiogenesisnya. Juga berdaya imunosupresif (anti-TNF). Dan antiradang. Setelah tidak boleh peredaranya selama lebih dari 25 tahun, semenjak awal tahun 1990-an talidomida mulai dipakai lagi antara lain untuk menekan reaksi lepra dan meringankan tanda-tanda AIDS mirip (aphtae) dimulut , kerongkongan, dan kemaluan, serta diare dan kehilangan bobot serius. Di AS penggunaanya pada lepra disahkan kembali semenjak final tahun 1997 dengan syarat- syarat ketat. Dewasa ini efektivitasnya sedang diselidiki secara klinis untuk aneka macam penyakit auto-imun.
8. Sulfalazin (sulcolon)
Sulfalazin ialah persenyawaan sulfapiridin dengan 5- ASA yang bersifat antiradang dengan jalan blokade siklo-oksigenase serta lipoksigenase dan dengan demikian mencegah sintesis prostaglandin dan leukotrien . Sulfalazin mempengaruhi fungsi limfosit, mungkin lewat cytokine, juga berdaya antioksidans ( ‘ Menangkap’ radikal bebas O2). Zat ini dipakai khusus pada penyakit usus beradang kronis (crohn, colitis) dan pada rema.
2.4 Contoh Penyakit
Salah satu penyakit yang sanggup diobati dengan imunosupresan ialah Penyakit Lupus.
a. Pengertian
Penyakit lupus ialah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto imun, artinya badan pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ badan sendiri, mirip ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan basil ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.
Lupus ialah penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan organ badan yang sehat. sistem imun yang terbentuk berlebihan. Kelainan ini dikenal dengan autoimunitas. pada kasus satu penyakit ini bisa menciptakan kulit mirip ruam merah yang rasanya terbakar (lupus DLE). pada kasus lain ketika sistem imun yang hiperbola itu menyerang persendian sanggup mengakibatkan kelumpuhan (lupus SLE).
SLE (Sistemics lupus erythematosus) ialah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya aneka macam macam autoimun dalam tubuh.Pada penderita lupus, sistem imunitasnya tidak bisa membedakan antara substansi asing dan sel-sel dan jaringan tubuh. Antibodi yang dihasilkan justru melawan sel-sel yang seharusnya dibutuhkan oleh tubuh.
b. Etiologi
Sehingga kini faktor yang merangsangkan sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini memperlihatkan bahwa hormon yang terdapat pada perempuan mempunyai peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan hormon perempuan dikala ini masih dalam kajian.
Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau bagaimanapun, mewarisi adonan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang itu mengidap penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE).
c. Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1) Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang menyerang kulit.
2) Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, mirip kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).
3) Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.Pengaruh kehamilan terhadap SLE, Eksaserbasi terjadi lantaran hormone estrogen meningkat selama kehamilan.
d. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi tanggapan terganggunya regulasi kekebalan yang mengakibatkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu mirip hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping masakan mirip kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- tanggapan senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoimun diperkirakan terjadi tanggapan fungsi sel T-supresor yang gila sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi pelengkap dan siklus tersebut berulang kembali.
e. Manifestasi Klinis
1. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.Ulkus oral sanggup mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3. Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menjadikan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7. Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan meliputi seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
f. Pemeriksaan lupus :
Untuk menguji apakah seseorang menderita lupus, maka dilakukan sebuah pengujian dengan memakai tes darah berjulukan Anti Nuclear Antibody (ANA). Tes ini akan mengidentifikasi autoantibodi (antibodi perusak) yang memakan sel-sel berkhasiat di dalam tubuh. Hasil positip tes ini belum bisa dikatakan seseorang menderita lupus. Dibutuhkan data-data lain mirip gejala-gejala, catatan fisik pasien, dan tes lengkap laboratorium hingga dipastikan si pasien apakah menderita lupus.
g. Gejala-gejala awal lupus :
§ Rasa ngilu yang luar biasa di penggalan persendian
§ Penderita mengalami kelelahan yang ekstrim.
§ Muncul semacam bekas luka di sekujur tubuh.
§ Pipi dan hidung penderita tampak mirip kupu-kupu (butterfly effects).
§ Mengalami anemia yang amat parah.
§ Saat bernapas, penderita mengalami tekanan yang berati.
§ Timbul permasalahan di sekitar hidung dan mulut.
§ Sensitif terhadap cahaya, sinar matahari maupun kilatan foto.
h. Perawatan bagi penderita lupus :
Salah satu perawatan yang dilakukan untuk penderita lupus ialah pengobatan medis. Ada beberapa jenis obat yang bisa mengurangi tanda-tanda lupus, akan tetapi, penggunaannya akan menjadikan imbas samping. Gejala dan imbas samping yang dialami oleh masing-masing pasien sangan variatif dan tak bisa diprediksi. Kaprikornus dibutuhkan pendampingan oleh petugas kesehatan dalam kasus ini.
i. Obat-obatan yang diberikan bagi penderita lupus:
§ Steroid
§ Immunosuppressant
§ Antimalarial (Plaquenil/Hydroxychloroquine)
§ Non-Steroidal anti-inflammatories
j. Lupus bisa dicegah dengan:
§ Mengurangi kontak dengan sinar matahari
§ Menerapkan hidup sehat dan menghindarkan diri dari stres
§ Tidak merokok
§ Berolahraga secara teratur
§ Melakukan diet nutrisi
k. Fakta-fakta perihal penyakit lupus
* Lupus ialah penyakit autoimunitas, penyakit rheumatic.
* Pada penderita lupus, sistem imunitas badan menyerang sel dan jaringan miliknya sendiri.
* Ada lima jenis penyakit lupus dan masing-masing mempunyai karakteristik yang khas dan membutuhkan penanganan yang berbeda pula.
* Sembilan puluh persen penderita lupus ialah perempuan.
* Di Amerika Serikat terdapat 11 kampus yang mengkhususkan penanganan terhadap penyakit lupus.
* Sampai dengan sekarang, sangatlah sulit untuk mendiagnosis penyakit lupus.
* Penanganan lupus sangat tergantung dari tanda-tanda yang timbul.
* Sebanyak 1,5 juta penduduk dunia menderita lupus.
* Ras tertentu mempunyai risiko terkena lupus lebih besar dibandingkan ras lain; Afro-Amerika, Hispanik, Asia, dan Penduduk orisinil Amerika.
* Mayoritas penderita lupus, setelah diobati, akan tumbuh secara normal.
* Penanganan lupus dilakukan oleh rheumatologist.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Imunosupresan ialah kelompok obat yang dipakai untuk menekan respon imun mirip pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus. Imunosupresan dipakai untuk tiga indikasi utama yaitu, transplanatasi organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus.
Prinsip umum penggunaan imunosupresan untukmencapai hasil terapi yang optimal ialah sebagai berikut:
1. Respon imun primer lebih gampang dikendalikan dan ditekan dibandingkan dengan respon imun sekunder.
2. Obat imunosupresan memperlihatkan imbas yang berbeda terhadap antigen yang berbeda.
3. Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan sebelum paparan terhadap antigen.
Beberapa teladan obat imunosupresan antara lain Azatioprin , Metotreksat (MTX) , Siklofosfamid, Kortikosteroid , Siklosporin (Cyclosporin A) , Rho (D) imunoglobulin, Tacrolimus (prograf) , Mycofenolat-mofetil (CellCept) , Talidomida (synovir), Sulfalazin (sulcolon) .