Konsep Sehat Sakit Berdasarkan Budaya Cina
Friday, 13 December 2013
Edit
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk supaya sanggup mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun adakala bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat dan sakit bahwasanya tidak terlalu mutlak dan universal lantaran ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya sanggup dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak andal filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memperlihatkan pengertian wacana konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan insan menyesuaikan diri dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. Undang-undang No.23 Tahun 1992 wacana Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan yaitu keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan pecahan integral kesehatan. Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan kegiatan kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) menyerupai masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melakukan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit. Memasuki millenium gres Departemen Kesehatan telah mencanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat yaitu cara pandang, pola piker atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat persoalan kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindangan kesehatan. Secara makro paradigma sehat berarti semua sektor memperlihatkan donasi positif bagi pengembangan sikap dan lingkungan sehat, secara mikro berarti pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI, 2004). Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010, dimana ada 3 pilar yang perlu menerima perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, sikap sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Untuk sikap sehat bentuk konkritnya yaitu sikap proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan. mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari bahaya penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. Dalam mewuj
udkan visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan misi pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Mendorong pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyaralat beserta lingkungannya (Dinkes, 2005). Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga keluarga cenderung menjadi seorang reaktor terhadap masalah-masalah kesehatan dan menjadi pemain film dalam menentukan persoalan kesehatan anggota keluarga. Dalam keluarga, ibu merupakan anggota masyarakat yang salah satu kiprahnya yaitu mengurus rumah tangganya sehingga terciptanya lingkungan sehat dalam rumah tangga. Dengan mewujudkan sikap yang sehat, maka sanggup menurunkan angka kesakitan suatu penyakit dan angka ajal akhir kurangnya kesadaran dalam pelaksaan hidup higienis dan sehat serta sanggup meningkatkan kesadaran dan kemauan bagi setiap orang supaya terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
udkan visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan misi pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Mendorong pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyaralat beserta lingkungannya (Dinkes, 2005). Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga keluarga cenderung menjadi seorang reaktor terhadap masalah-masalah kesehatan dan menjadi pemain film dalam menentukan persoalan kesehatan anggota keluarga. Dalam keluarga, ibu merupakan anggota masyarakat yang salah satu kiprahnya yaitu mengurus rumah tangganya sehingga terciptanya lingkungan sehat dalam rumah tangga. Dengan mewujudkan sikap yang sehat, maka sanggup menurunkan angka kesakitan suatu penyakit dan angka ajal akhir kurangnya kesadaran dalam pelaksaan hidup higienis dan sehat serta sanggup meningkatkan kesadaran dan kemauan bagi setiap orang supaya terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis sanggup merumuskan persoalan sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan sehat sakit berdasarkan dunia Barat ?
2. Bagaimana pandangan sehat sakit berdasarkan budaya Cina ?
3. Apa saja implementasi social dalam asuhan keperawatan ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, antara lain :
1. Mengetahui pandangan sehat sakit berdasarkan dunia Barat
2. Mengetahui pandangan sehat sakit berdasarkan budaya Cina
3. Mengetahui implementasi social dalam asuhan keperawatan.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh sehabis pembuatan makalah ini, antara lain :
1. Dapat mengetahui pandangan sehat sakit berdasarkan dunia Barat
2. Dapat mengetahui pandangan sehat sakit berdasarkan budaya Cina
3. Dapat mengetahui implementasi social dalam asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Sehat Sakit Menurut Dunia Barat
Tantangan pembangunan pada hakikatnya yaitu mencapai ‘kesehatan bagi semua’, yakni terpenuhinya hak setiap orang untuk hidup sehat, sampai sanggup meraih hidup yang produktif dan berbahagia. Untuk mencapai kondisi tersebut, perlu diupayakan kegiatan dan taktik dalam setiap aspek kehidupan. Bukan saja aspek kesehatan, tetapi dibutuhkan taktik pemerataan kesehatan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik di jajaran kesehatan, non kesehatan maupun masyarakat sendiri, guna mengendalikan faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan. Mengingat kesehatan meliputi seluruh aspek kehidupan, konsep kesehatan kini ini, tidak saja berorientasi pada aspek klinis dan obat-obatan, tetapi lebih berorientasi pada ilmu-ilmu lain yang ada kaitannya dengan kesehatan dan kemasyarakatan, yaitu menyerupai ilmu sosiologi, antropologi, psikologi, perilaku, dan lain-lain. Kegunaan ilmu-ilmu tersebut dalam kesehatan dan kemasyarakatan yaitu sebagai penunjang peningkatan status kesehatan masyarakat.
Di negara-negara maju, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sanggup menunjang tingginya status kesehatan masyarakat menyerupai pendidikan yang optimal, keadaan sosial-ekonomi yang tinggi, dan kesehatan lingkungan yang baik. Dengan demikian, pelayanan kesehatan menjadi sangat khusus sehingga sanggup memenuhi kebutuhan klien. Sebaliknya, di negara berkembang menyerupai Indonesia, unsur-unsur kebudayaan yang ada kurang menunjang pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur tersebut antara lain; ketidaktahuan, pendidikan yang minim sehingga sulit mendapatkan informasi-informasi dan tekhnologi baru. Mengingat keadaan tersebut, kita perlu memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat dalam kaitannya dengan keadaan kesehatan di Indonesia. Sehingga kita sanggup melihat penyakit atau persoalan kesehatan bukan saja dari sudut gejala, sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan cara menghilangkan penyakit, tetapi membuat kita untuk berfikir wacana bagaimana relasi sosial budaya, geografi, demografi, dan persepsi masyarakat dengan persoalan yang sedang dihadapi. Melihat luasnya persoalan kesehatan yang dihadapi, maka sebagai petugas kesehatan harus mempelajari ilmu-ilmu lain yang terkait dengan kesehatan. Sehingga pelayanan yang diberikan memperlihatkan hasil yang optimal.
Pengertian Sehat berdasarkan Dunia Barat sebagai suatu keadaan tepat baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Dan pengertian Sakit berdasarkan Dunia Barat yaitu sebagai suatu keadaan tubuh yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga mengakibatkan seseorang tidak sanggup menjalankan kegiatan sehari-hari menyerupai halnya orang yang sehat.
B. Pandangan Sehat Sakit Menurut Budaya Cina

Tradisional keyakinan kesehatan Cina mengadopsi pandangan holistik menekankan pentingnya faktor lingkungan dalam meningkatkan risiko penyakit. Menurut Quah faktor-faktor ini mempengaruhi keseimbangan harmoni tubuh yin dan yang. Ini yaitu dua kekuatan yang berlawanan namun saling melengkapi dan bersama dengan qi energi vital mereka mengendalikan alam semesta dan menjelaskan relasi antara orang dan sekelilingnya. Ketidakseimbangan dalam dua kekuatan atau qi hasil pada penyakit.
Dalam rangka untuk mengembalikan keseimbangan perbaikan praktek-praktek tradisional yang mungkin diperlukan. Misalnya kelebihan panas energi sanggup diimbangi dengan pendinginan teh herbal dan sebaliknya. Keyakinan ini tertanam di antara Cina dan telah ditemukan untuk menjadi berubah migrasi berikut ke Singapura.
Sejarah mengenai sehatisme di dalam pandangan kedokteran tradisional Cina, konsep dan makna dari sehat atau kesehatan selaras dan seiring dengan sejarah panjang dari kebudayaan bangsa Cina sendiri. Walaupun kini masa modern dengan basis teknologi kedokteran super canggih, namun kedokteran Cina tidak lantas mati tergoda jaman. Malahan beberapa kasus memperlihatkan keunggulan kompetitif dibandingkan kedokteran modern. Terbukti banyak orang mendapatkan sistem pengobatan ini dan mengakui efikasi dan efektifitas dari treatment ini. Menurut falsafah kebudayaan Cina, bahwa orang dikatakan sehat kalau tercapainya keseimbangan Yin Yang didalam tubuhnya. Dalam buku Fengshui Medicine disebutkan bahwa ada 12 meridian utama di mana terdiri dari organ zang dan fu, organ padat dan organ berongga. Ada organ Yin dan ada organ Yang. Orang akan sakit kalau terjadi tidak seimbangnya organ Yin dan organ Yang, mungkin terlalu Yin atau mungkin terlalu Yang. Jika terlalu Yin dikatakan sindrom penyakit Organ Yin, dimana dilakukan terapi atau intervensi tonifikasi (penguatan) sehingga Yin akan seimbang lagi. Begitu sebaliknya kalau tubuh mengalami sindrom Organ Yang, maka intervensi yang dilakukan dengan sedasi atau pelemahan supaya Yang seimbang lagi dengan Yin nya. Intervensi ini dilakukan di lintasan organ yang terganggu. Kondisi kestabilan ini juga disebutkan dalam kedokteran modern sebagai kondisi homeostasius (equilibrium). Dimana kondisi keseimbangan (equilibrium) seseorang dianggap sehat apabila unsur-unsur utama yaitu panas hirau taacuh dalam tubuhnya berada dalam keadaan yang seimbang. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep yin dan yang. Bentuk intervensi ini majemuk ada yang dengan obat, akupunktur, maupun intervensi lain misal diet, spiritual dan lain-lain. Dalam panduan chinese materia medica, banyak sekali macam obat dilansir bekerjasesuai dengan prinsip kerja meridian dan sindromnya. Misalnya ada obat yang bekerja dari arah dalam keluar tubuh, dari bawah keatas dan sebagainya. Untuk mendefinisikan orang ini sehat atau sakit biasanya dipakai palpasi nadi untuk melihat organ mana yang lemah, cin kuan che nadi kanan dan kiri. Setelah dikombiasikan dengan pengamatan pengecap (lagi-lagi berdasarkan perhitungan sindrom yin yang) maka gres bisa disimpulkan bahwa pasien akan dinyatakan sindrom Organ Yin atau Yang tertentu.
C. Implementasi Sosial Dalam Asuhan Keperawatan
Implementasi social budaya dalam pelayanan kesehatan khususnya keperawatan yaitu untuk menerapkan pendekatan antropologi yang berorintasi pada keanekaragaman budaya baik antar budaya maupaun lintas budaya terhadap asuhan keperawatan yang tidak membedakan perbedaan budaya dan melakukan sesuai dengan hati nurari dan sesuai dengan standar penerapan tanpa membedakan suku, ras, budaya, dan lain-lain. Keperawatan sebagai profesi mempunyai landasan body of knowledge yang kuat, yang sanggup dikembangkan serta sanggup diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha theory, grand theory, midle range theory dan practice theory.Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory yaitu Transcultural Nursing Theory.
Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep. keperawatan yang didasari oleh pemahaman wacana adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang menempel dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak bisa menyesuaikan diri dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini sanggup mengakibatkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan danbeberapa mengalami disorientasi. Salah satu pola yang sering ditemukan yaitu ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa tempat atau negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi lantaran perawat mempunyai kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien lantaran dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Asuhan keperawatan yaitu suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang dipakai dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi / negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien.
Cara I : Mempertahankanbudaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien sanggup meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien menyesuaikan diri terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien supaya sanggup menentukan dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, contohnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan sanggup diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola planning hidup yang dipilih biasanya yang lebih
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Model ini menyatakan bahwa proses keperawatan ini dipakai oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memperlihatkan solusi terhadap persoalan klien. Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.Pengkajian
Pengkajian yaitu proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
persoalan kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu:
Pengkajian yaitu proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
persoalan kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu:
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk menentukan atau menerima penawaran menuntaskan persoalan dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi persoalan kesehatan, alasan mencari derma kesehatan, alasan klien menentukan pengobatan alternatif dan persepsi klien
wacana penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan ketika ini.
wacana penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan ketika ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama yaitu suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memperlihatkan motivasi yang sangat berpengaruh untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memperlihatkan motivasi yang sangat berpengaruh untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
relasi klien dengan kepala keluarga.
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
relasi klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya yaitu sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya yaitu suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini yaitu :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan kegiatan sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya yaitu suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini yaitu :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan kegiatan sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku yaitu segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya . Pada tahap ini hal-hal yang dikaji meliputi : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya . Pada tahap ini hal-hal yang dikaji meliputi : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya supaya segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain contohnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya supaya segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain contohnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien yaitu pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi ketika ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut sanggup berguru beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini yaitu : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk berguru secara aktif mandiri
wacana pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi ketika ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut sanggup berguru beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini yaitu : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk berguru secara aktif mandiri
wacana pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yaitu respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang sanggup dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal bekerjasama dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial bekerjasama disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan bekerjasama dengan sistem nilai yang diyakini
budayanya yang sanggup dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal bekerjasama dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial bekerjasama disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan bekerjasama dengan sistem nilai yang diyakini
3. Intervensi dan Implementasi
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak sanggup dipisahkan. Perencanaan adalah
suatu proses menentukan taktik yang tepat dan pelaksanaan adalah
melakukan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien. Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
suatu proses keperawatan yang tidak sanggup dipisahkan. Perencanaan adalah
suatu proses menentukan taktik yang tepat dan pelaksanaan adalah
melakukan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien. Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance
o Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat wacana proses melahirkan dan perawatan bayi
o Bersikap hening dan tidak terburu-buru ketika berinterkasi dengan klien
o Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
b. Cultural care accomodation/negotiation
o Gunakan bahasa yang gampang dipahami oleh klien
o Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
o Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan perundingan dimana
komitmen berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
komitmen berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
c. Cultual care repartening/reconstruction
o Beri kesempatan pada klien untuk memahami isu yang
diberikan dan melaksanakannya
diberikan dan melaksanakannya
o Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
kelompok
o Gunakan pihak ketiga bila perlu
o Terjemahkan terminologi tanda-tanda pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang sanggup dipahami oleh klien dan orang tua
yang sanggup dipahami oleh klien dan orang tua
o Berikan isu pada klien wacana sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang hasilnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga relasi terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan relasi perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien wacana mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya gres yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui penilaian sanggup diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
keberhasilan klien wacana mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya gres yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui penilaian sanggup diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari klarifikasi diatas, sanggup disimpulkan bahwa :
1. Pengertian Sehat berdasarkan Dunia Barat sebagai suatu keadaan tepat baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Dan pengertian Sakit berdasarkan Dunia Barat yaitu sebagai suatu keadaan tubuh yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga mengakibatkan seseorang tidak sanggup menjalankan kegiatan sehari-hari menyerupai halnya orang yang sehat.
2. Menurut falsafah kebudayaan Cina,bahwa orang dikatakan sehat kalau tercapainya keseimbangan Yin Yang didalam tubuhnya.
3. Implementasi social budaya dalam pelayanan kesehatan khususnya keperawatan yaitu untuk menerapkan pendekatan antropologi yang berorintasi pada keaneka ragaman budaya baik antar budaya maupaun lintas budaya terhadap asuhan keperawatan yang tidak membedakan perbedaan budaya dan melakukan sesuai dengan hati nurari dan sesuai dengan standar penerapan tanpa membedakan suku, ras, budaya, dan lain-lain.
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan yaitu perawat kita sangat penting mengetahui pandangan sehat sakit dari banyak sekali belahan dunia , salah satunya pandangan berdasarkan budaya Cina. Hal ini penting lantaran kita tidak hanya berkomunikasi dengan orang Indonesia saja ,tetapi dalam sektor kesehatan kita akan berkomunikasi dengan orang di seluruh dunia ( Amerika, India , Jepang dan Cina ). Dalam implementasi asuhan keperawatan penting bagi kita untuk mengetahui social budaya masing – masing Negara.
